(tulisan ini ku ketik tanggal 2 Februari 2009)
[karena edin adalah balita satu-satunya di rumah, mungkin kadang-kadang dia memerlukan teman sebayanya. kebetulan ada beberapa anak tetangga yang seumuran dengannya, meskipun kadang-kadang dia juga bermain dengan anak yang lebih tua darinya. hal yang menjadi "extra energi" bagi kami adalah kami belum punya cara untuk menghentikan tangis edin kalau ditinggal teman-temannya. dia akan menangis agar teman-temannya mau main dengannya di rumah atau tetap main dengannya di halaman rumah mereka]
hari minggu sore, karena hujan mulai turun, edin tidak diperbolehkan main ke luar rumah. sebagai gantinya teman-temannyalah yang main di dalam rumah kami.
kubiarkan dia bermain digarasi dengan teman-temannya. aku sendiri merebahkan diri di ruang tv, sambil menunggu saat-saat di mulai protes karena temannya pulang, dan itu pasti terjadi.
aku tidak mendengar suara langkahnya (dia selalu berlari) tiba-tiba dia sudah di depanku dan mulai menangis.
aku pikir teman-temannya mulai berpamitan pulang
dalam tangisannya dia ngomong “ayah, edin tidak punya mobil merah dan hitam” sambil membuka tangannya yang kosong.
aku tanya mengapa, dia menjawab “mobil edin diambil pandu”
aku tahu maksudnya, mobilnya dipinjam temannya dan dia takut mengambilnya. bukan tidak berani kupikir, karena dia sering mempertahankan miliknya atau merebut paksa , tapi karena dia tidak ingin teman-temannya pulang
aku ragu-ragu untuk mengatakan ini, tapi aku pikir apa salahnya dicoba,
“edin ingin teman-teman edin di sini khan?” dia diam saja
“kalau ingin teman-teman edin di sini, edin harus meminjamkan mainan edin pada teman, kalau tidak mau dipinjam, temannya tidak usah diajak main ke sini” dia masih diam berlinang air mata
“mobilnya boleh dipinjam atau temennya pulang?” ini yang aku maksudkan kucoba. aku ingin melatihnya membuat keputusan dari sebuah pilihan. mungkin terlalu naif atau sudah terlambat untuk usianya yang sudah 3 tahun. tapi aku tahu ia mulai berpikir. aku pikir dia akan menjawab hal yang lain, khas anak-anak yang tidak mau memilih. tapi setelah diam beberapa detik ia berkata…
“mobilnya boleh dipinjam”
aku menciumnya. “Ok, sekarang ayah temani edin main sama teman-teman”
aku tahu dia memberi keputusan yang berat bagi dirinya sendiri. dia memilih temannya. meskipun. akhirnya terjadi juga apa yang biasa terjadi. temannya berpamitan pulang dan dia menangisi…. ” teman, disini saja, kasihan edin, ayo main teman, ayo nonton tv teman…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar