Senin, 10 Oktober 2011

Mengolah Gas Rumah Kaca


Mau?
Perubahan iklim, efek rumah kaca, dan pemanasan global adalah istilah - istilah yang melekat erat dengan makin melimpahnya buangan gas karbon dioksida di atmosfer kita. Berkait dengan hal itu, banyak ilmuwan yang mencoba untuk mengolah CO2 ini ke tingkat yang dikatakan aman untuk bumi dan manusianya.
Beberapa ilmuwan mencoba untuk memodelkan apa yang dilakukan oleh bumi kita berkait dengan CO2 ini. Bumi kita ternyata telah lama pandai menyimpan karbon dioksida dengan cara mengubur dan menjebaknya dalam bentuk gas terlarut dalam air bawah tanahnya. Penelitian di sembilan wilayah dengan kedalaman lebih dari 700 meter menemukan bahwa tidak ada kebocoran dalam simpanan karbon dioksida oleh bumi, bahkan di beberapa wilayah, CO2 telah tersimpan selama 40juta tahun. Menyadari bahwa cara simpan ini aman, para kimiawan mencoba untuk mengembangkan hal yang sama. Meskipun demikian masih disadari bahwa saat CO2 terkonversi menjadi bentuk yang terlarut, bentuk ionic atau bahkan bentuk senyawaan mineralnya, keamanan penyimpanan memang meningkat akan tetapi masih ada kemungkinan CO2 justru terlepas pada tahap awal penyimpanan. Jadi masih perlu banyak penelitian untuk itu, ya?
Sementara  menyimpan dianggap sebagai cara yang mudah dan ekonomis untuk mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer, beberapa ilmuwan mencoba jalan lain, yang dianggap sulit, yaitu memecah molekul karbon dioksida untuk kemudian diubah menjadi senyawa lain yang berguna.
Prototype reactor matahari - Sandia Nat Lab
 
Salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh peneliti pada Sandia National Laboratories, New Mexico. Mereka mengembangkan prototype reactor matahari yang didesain dengan menggunakan cermin raksasa untuk mengumpulkan sinar matahari menjadi berkas yang sangat kuat yang disalurkan ke dalam cincin oksida logam di dalam setiao reactor. Cincin ini terbuat dari keramik ferrite (Fe3O4) terdoping kobal. Dengan sinar matahari yang terkumpul yang diarahkan pada cincin ini, cincin ini akan terpanasi hingga lebih dari 1400oC dan melepaskan gas oksigen. Material tereduksinya (FeO) diputar pada kamar yang berisi karbon dioksida dan akan mengambil oksigen dari molekul CO2. Hal yang sama juga terjadi saat cincin tereduksi ini dimasukkan dalam ruangan berisi air. d reaksi termokimia ini akan menghasilkan gas karbon monoksida dan hydrogen (selanjutnya campuran ini disebut “syngas”), bahan dasar untuk membuat bahan bakar hidrokarbon. Setelah itu, cincin akan diputar lagi ke tempat paparan sinar matahari. Jadi proses ini akan merupakan proses yang kontinu. 
Biakan bakteri dalam cawan petri
Berdasarkan prototype yang sedang dikembangkan ini, akan diperlukan sekitar 121.400 hektar cermin untuk mengumpulkan sinar matahari yang cukup untuk memproduksi setara dengan 1 Juta barrel minyak per hari. Saat ini konsumsi bensin dan bahan bakar cair lainnya dunia per hari adalah 86 juta. 
Beda lagi dengan beberapa ilmuwan yang bekerja dengan bakteri. Mereka memodifikasi gen bakteri yang dapat memakan karbon dioksida dan menghasilkan senyawa kimia yang lebih dapat digunakan. Salah satunya adalah James Liao dan para peneliti dari University of California, Los Angeles, US, yang memodifikasi gen bakteri agar dapat menghasilkan isobutiraldehida – senyawa perkursor untuk beberapa bahan kimia berguna, termasuk isobutanol yang punya potensi tinggi sebagai bahan bakar alternative.
Bakteri penghasil bahan bakar
Tim James Liao menggunakan Cyanobacteria dan microalgae yang mengkonsumsi CO2. Kedua mikroorganisme ini memang telah lama diidentifikasi mengkonsumsi karbon dioksida tapi taksatupun yang menghasilkan molekul cair yang dapat dengan mudah digunakan sebagai bahan bakar. Tim memodifikasi gen dari sianobakter Synechococcus elongates  (pics: http://newsroom.ucla.edu/portal/ucla/srp-view.aspx?id=88134  dan http://researchmatters.asu.edu/stories/shedding-light-photosynthesis-922) dengan menempelkan empat gen dari bakteri berbeda ke dalam strukturnya. 
Gen Synechococcus elongates
Gen tersebut, yang berasal dari L. lactisB. subtilis dan E. coli, akan mengambil alih metabolism mikroba dan mengubahnya menjadi proses pembentukan isobutiraldehida. Sintesis ini dimulai dengan konversi secara fotosintetik dari CO2 menjadi asam piruvat oleh bakteri. Selanjutnya proses tiga langkah menjadi isobutiraldehid terjadi akibat penambahan gen tadi. Agar bakteri tetap dapat memproduksi isobutialdehid ini, hasil akhir harus diekstraksi dengan cara diuapkan.
Tapi paling tidak alternative cara ini lebih baik daripada berkompetisi dengan penggunaan bahan pangan untuk pembuatan bahan bakar. Beberapa penggunaan lain mikroba untuk tujuan yang sama dapat diaduk-aduk di rumah Mbah kung Gugel.
Pengolahan lain gas rumahkaca si karbon yang bergandengan dengan oksigen dua ini adalah dengan mengubahnya menjadi senyawa dasar untuk pembentukan senyawa lain yang lebih berguna. Thibault Cantat dan timnya dari French Alternative Energies and Atomic Energy Commission (CEA) telah mengembangkan proses fungsionalisasi CO2 menjadi formamida. Mereka menseleksi amina untuk memfungsionalisasi karbon dengan ikatan C-N dan silan untuk reduksinya. Katalis yang digunakan adalah basa organic 1,5,7-triazabisiklo[4.4.0]dek-5-ena (TBD). 
Mekanismenya belum jelas akan tetapi dikatakan setara dengan reaksi yang terjadi antara COdengan amina untuk menghasilkan karbamat. Proses ini terstabilkan oleh katalis TBD dan hasil dari reaksi ini adalah formamida, senyawa berguna yang biasanya diproduksi dari industry petrokimia. Penelitian ini masih terus dikembangkan, namun paling tidak kita melihat dua hal, yaitu pengurangan gas rumah kaca CO2 dan penggunaan minyak bumi untuk produksi bahan seperi formamida


(disarikan dari beberapa artikel di chemistry world, national geographic  dan ecofriend )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar