|
Mau? |
Perubahan
iklim, efek rumah kaca, dan pemanasan global adalah istilah - istilah yang
melekat erat dengan makin melimpahnya buangan gas karbon dioksida di atmosfer
kita. Berkait dengan hal itu, banyak ilmuwan yang mencoba untuk mengolah CO2
ini ke tingkat yang dikatakan aman untuk bumi dan manusianya.
Beberapa
ilmuwan mencoba untuk memodelkan apa yang dilakukan oleh bumi kita berkait
dengan CO2 ini. Bumi kita ternyata telah lama pandai menyimpan
karbon dioksida dengan cara mengubur dan menjebaknya dalam bentuk gas terlarut
dalam air bawah tanahnya. Penelitian di sembilan wilayah dengan kedalaman lebih
dari 700 meter menemukan bahwa tidak ada kebocoran dalam simpanan karbon
dioksida oleh bumi, bahkan di beberapa wilayah, CO2 telah tersimpan
selama 40juta tahun. Menyadari bahwa cara simpan ini aman, para kimiawan
mencoba untuk mengembangkan hal yang sama. Meskipun demikian masih disadari
bahwa saat CO2 terkonversi menjadi bentuk yang terlarut, bentuk
ionic atau bahkan bentuk senyawaan mineralnya, keamanan penyimpanan memang
meningkat akan tetapi masih ada kemungkinan CO2 justru terlepas pada
tahap awal penyimpanan. Jadi masih perlu banyak penelitian untuk itu, ya?
Sementara
menyimpan dianggap sebagai cara yang mudah
dan ekonomis untuk mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer, beberapa
ilmuwan mencoba jalan lain, yang dianggap sulit, yaitu memecah molekul karbon
dioksida untuk kemudian diubah menjadi senyawa lain yang berguna.
|
Prototype reactor matahari - Sandia Nat Lab |
| | |
Salah
satunya adalah apa yang dilakukan oleh peneliti pada Sandia National
Laboratories, New Mexico. Mereka mengembangkan prototype reactor matahari
yang didesain dengan menggunakan cermin raksasa untuk mengumpulkan sinar
matahari menjadi berkas yang sangat kuat yang disalurkan ke dalam cincin oksida
logam di dalam setiao reactor. Cincin ini terbuat dari keramik ferrite (Fe3O4)
terdoping kobal. Dengan sinar matahari yang terkumpul yang diarahkan pada
cincin ini, cincin ini akan terpanasi hingga lebih dari 1400oC dan
melepaskan gas oksigen. Material tereduksinya (FeO) diputar pada kamar yang
berisi karbon dioksida dan akan mengambil oksigen dari molekul CO2.
Hal yang sama juga terjadi saat cincin tereduksi ini dimasukkan dalam ruangan
berisi air. d reaksi termokimia ini akan menghasilkan gas karbon monoksida dan
hydrogen (selanjutnya campuran ini disebut “syngas”), bahan dasar untuk membuat
bahan bakar hidrokarbon. Setelah itu, cincin akan diputar lagi ke tempat
paparan sinar matahari. Jadi proses ini akan merupakan proses yang kontinu.
|
Biakan bakteri dalam cawan petri |
Berdasarkan
prototype yang sedang dikembangkan ini, akan diperlukan sekitar 121.400 hektar
cermin untuk mengumpulkan sinar matahari yang cukup untuk memproduksi setara
dengan 1 Juta barrel minyak per hari. Saat ini konsumsi bensin dan bahan bakar
cair lainnya dunia per hari adalah 86 juta.
Beda lagi
dengan beberapa ilmuwan yang bekerja dengan bakteri. Mereka memodifikasi gen
bakteri yang dapat memakan karbon dioksida dan menghasilkan senyawa kimia yang
lebih dapat digunakan. Salah satunya adalah James Liao dan para peneliti dari University
of California, Los Angeles, US, yang memodifikasi gen bakteri
agar dapat menghasilkan isobutiraldehida – senyawa perkursor untuk beberapa bahan
kimia berguna, termasuk isobutanol yang punya potensi tinggi sebagai bahan
bakar alternative.
|
Bakteri penghasil bahan bakar |
Tim James
Liao menggunakan Cyanobacteria dan microalgae yang mengkonsumsi CO2.
Kedua mikroorganisme ini memang telah lama diidentifikasi mengkonsumsi karbon
dioksida tapi taksatupun yang menghasilkan molekul cair yang dapat dengan mudah
digunakan sebagai bahan bakar. Tim memodifikasi gen dari sianobakter Synechococcus
elongates (pics: http://newsroom.ucla.edu/portal/ucla/srp-view.aspx?id=88134
dan http://researchmatters.asu.edu/stories/shedding-light-photosynthesis-922)
dengan menempelkan empat gen dari bakteri berbeda ke dalam strukturnya.
|
Gen Synechococcus
elongates |
Gen tersebut,
yang berasal dari L. lactis, B. subtilis dan E.
coli, akan mengambil alih metabolism
mikroba dan mengubahnya menjadi proses pembentukan isobutiraldehida. Sintesis ini
dimulai dengan konversi secara fotosintetik dari CO2 menjadi asam piruvat oleh
bakteri. Selanjutnya proses tiga langkah menjadi isobutiraldehid terjadi akibat
penambahan gen tadi. Agar bakteri tetap dapat memproduksi isobutialdehid ini,
hasil akhir harus diekstraksi dengan cara diuapkan.
Tapi paling tidak alternative cara ini lebih baik
daripada berkompetisi dengan penggunaan bahan pangan untuk pembuatan bahan
bakar. Beberapa penggunaan lain mikroba untuk tujuan yang sama dapat diaduk-aduk
di rumah Mbah kung Gugel.
Pengolahan lain gas rumahkaca si karbon yang bergandengan
dengan oksigen dua ini adalah dengan mengubahnya menjadi senyawa dasar untuk
pembentukan senyawa lain yang lebih berguna. Thibault Cantat dan timnya dari French Alternative Energies and Atomic
Energy Commission (CEA) telah mengembangkan proses fungsionalisasi CO2
menjadi formamida. Mereka menseleksi amina untuk memfungsionalisasi karbon
dengan ikatan C-N dan silan untuk reduksinya. Katalis yang digunakan adalah
basa organic 1,5,7-triazabisiklo[4.4.0]dek-5-ena (TBD).
Mekanismenya belum jelas akan tetapi dikatakan setara
dengan reaksi yang terjadi antara CO2 dengan amina untuk
menghasilkan karbamat. Proses ini terstabilkan oleh katalis TBD dan hasil dari
reaksi ini adalah formamida, senyawa berguna yang biasanya diproduksi dari industry
petrokimia. Penelitian ini masih terus dikembangkan, namun paling tidak kita
melihat dua hal, yaitu pengurangan gas rumah kaca CO2 dan penggunaan minyak
bumi untuk produksi bahan seperi formamida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar