Rabu, 05 Oktober 2011

Benarkah Kinerja Guru 'Hasil' PLPG Lebih Baik Daripada 'Hasil' Portofolio?

Tulisan ini sudah sangaaat lama tersimpan dalam draft. Satu semester lebih. Mungkin sudah menjadi basi saat ini, karena masalahnya sudah menggelinding terlalu lama. Tetapi lebih baik terlambat daripada tidak posting sama sekali ya, kan?

Kawan-kawan guru (khususnya yang kimia) pasti sudah mendengar bahwa: Secara nasional guru yang disertifikasi mencapai 300.000 orang, tapi hanya 1 % yang diberi kesempatan menyusun portofolio atau jalur langsung. (lihat artikelnya di sini: klik) alias lebih banyak diarahkan ke PLPG. Alasannya adalah, masih dari sumber yang sama, :  "mengingat hasil evaluasi Balitbang Diknas bahwa kualitas guru yang lulus PLPG lebih baik dari yang lulus melalui jalur portofolio"  Nah, sudah jelas bukan?
Kelihatannya memang jelas, tapi bagiku malah menjadi paradoks yang sangat mengaburkan makna awalnya.

  1. Ada hal yang menggemaskan, yaitu hasil evaluasi Balitbang Diknas yang menjadi dasar pernyataan ini. Mengapa kukatakan menggemaskan, karena memang sampai saat ini aku belum pernah mendapatkan sumber yang benar-benar terpercaya yang menunjukkan langsung dokumen itu. apalagi menemukan bentuk laporannya, ya walaupun tidak komplit paling tidak ada datanya. Adakah yang memiliki naskah aslinya? apakah memang tidak dipublikasikan?  Mengapa ini perlu? sebagai dasar dari sebuah policy, semestinya harus benar-benar handal. oleh karenanya, saya ingin tahu berapa jumlah guru yang sudah dievaluasi, kapan dievaluasi, dimana, mencakup berapa wilayah, se-Indonesia-kah?, apa teknik sampling yang digunakan, bagaimana mereka diobservasi hingga menghasilkan kesimpulan ini, bagaimana validasi instrumen yang digunakan, dll.. Pada sisi lain, mari kita tengok di sekitar kita, berapa jumlah teman kita yang dievaluasi, bagaimana karakteristik dia menurut kita, bagaimana dengan kita sendiri?
  2. Hal yang kedua adalah tentang portofolio itu sendiri. tentu teman-teman masih ingat saat pertama kali mas 'penilaian portofolio' mengetuk pintu kita dan kita sibuk dibuatnya, mereka-reka apa dan bagaimana si mas yang ajaib ini dan apa sebenarnya yang dimauinya. Bahkan sempat harus penataran dan kemudian membagi-bagikan hasil penataran yang mungkin tidak terlalu jelas kepada teman-teman yang lain tentang maksud kedatangan si akang penilaian portofolio. Bahkan kalau kita search, negara mana sih yang tidak mengenal portfolio?- gak perlu jurnal ilmiah yang mungkin bikin pusing, liat saja beberapa novel, kita mungkin akan menemukan kata portfolio. Artinya, portfolio inikan sudah mendarah daging dan dipercaya sebagai salah satu cara menilai - mengevaluasi - atau apapun namanya... Lha kok di negara ini ternyata TIDAK !?! Salahkan kesimpulan ini? Tidak bukan? Karena buktinya guru lebih diarahkan ke PLPG bukannya mencari 'ada apa dengan portofolio versi Indonesia?' Implikasinya adalah - lha kalau penilaian portofolio bapak dan ibu guru saja tidak dipercaya bagaimana dengan portfolio muridnya? (Hei..mungkin sebagian kita senang karena berarti penilaian portfolio yang merepotkan itu tidak perlu dilaksanakan. tapi sebaiknya kita juga waspada arti lain dari hal itu adalah pembelajaran para guru juga dipertanyakan kualitasnya. Dan ini berarti juga yang telah tersertifikasi, bukan?) Jadi? ....hahah itulah yang saya katakan blunder!!!!
  3. yang ketiga tentu saja kapan kualitas guru sertifikasi hasil PLPG dan portfolio itu dinilai, indikator apa saja yang dinilai.. (beberapa sumber menuliskan salah satu yang dinilai adalah interaksinya dengan laptop ---what? validkah dan se-urgen itukah?). Lalu-jangan-jangan itu karena momentum (sesaat) saja.. Bagaimana setelah selang beberapa bulan..tahun...?
Bukan berarti tulisan ini membandingkan guru hasil PLPG dan portfolio, sekali lagi bukan! (Saya bahkan berfikir kenapa guru tidak ikut diremunerasi langsung saja seperti beberapa profesi yang lain, kenapa mereka harus rrrrrrrrrrrrreepppppppppppoooooooooootttt bbbbuanget! dan tunjangannya justru sssssssssuuuuussssssssyyyyyyyyyyyyhaah bangett keluarnya) 
Tulisan ini sebagai bentuk ketidakinginan selalu terjadi kebijakan yang bukan didasarkan pada fakta yang sebenarnya tapi pada fakta yang seharusnya.

Sekali lagi ini hanya pandangan saya dari satu sisi yang mungkin melihatnya terlalu gelap, makanya sangat butuh komentar teman - teman untuk membuka wawasan agar lebih cerah.
Komen ya...pliiiiiiisssss... 
mumpung belum lupa, teman-teman yang masih semangat menerapkan penilaian portfolio silakan buka alamat ini: http://electronicportfolios.com./ isinya gak tau apa (hehehe...) saya hanya mendapat tulisan yang merekomendasikan untuk membuka link itu, tapi belum sempat buka   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar